Teori belajar kognitif
1. Prinsip dasar teori belajar kognitif
Ada beberapa ahli yang belum merasa puas terhadap penemuan-penemuan para ahli sebelumnya mengenai belajar sebagai proses hubungan stimulus-respon-reinforcement. Mereka berpendapat, bahwa tingkah laku seseorang tidak hanya dikontrol oleh reward and reinforcement. Mereka ini adalah para ahli jiwa aliran kognitifis. Menurut pendapat mereka, tingkah laku seseorang senantiasa didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan mengenal atau memikirkan situasi dimana tingkah laku itu terjadi. Dalam situasi belajar, seseorang terlibat langsung dalam situasi itu dan memperoleh insight untuk pemecahan masalah. Jadi, kaum kognitifis berpandangan, bahwa tingkah laku seseorang lebih bergantung kepada insight terhadap hubungan-hubungan yang ada didalam suatu situasi.
a. Awal Pertumbuhan Teori-Teori Belajar Psikologi Kognitif
Psikologi kognitif mulai berkembang dengan lahirnya teori belajar Gestalt. Peletak dasar psikologi Gestalt adalah Mex Wertheimer (1880-1943) yang meneliti tentang pengamatan dan problem solving. Sumbangannya ini diikuti oleh Kurt Koffka (1886-1941) yang menguraikan secara terperinci tentang hukum-hukum tentang insight pada simpanse.
Suatu konsep yang penting dalam Psikologi Gestalt adalah tentang ”insight” yaitu pengamatan atau pemahaman mendadak terhadap hubungan-hubungan antar bagian-bagian di dalam suatu situasi permasalahan. Insight itu sering dihubungkan dengan pernyataan spontan ”aha” atau ”oh, see-now”.
Kohler (1927) menemukan tumbuhnya insight pada seekor simpanse dengan menghadapkan simpanse pada masalah bagaiman memperoleh pisang yang terletak di luar kurungan atau tergantung di atas kurungan. Dalam eksperimen itu Kohler mengamati, bahwa kadangkala simpanse dapat memecahkan masalah secara mendadak, kadangkala gagal meraih pisang, kadangkala duduk merenungkan masalah, dan kemudian secara tiba-tiba menemukan pemecahan masalah.
Wertheimer (1945) menjadi orang Gestaltis yang mula-mula menghubungkan pekerjaannya dengan proses belajar di kelas. Dari pengamatannya itu ia menyesalkan penggunaan metoda menghafal di sekolah dan menghendaki agar murid belajar dengan pengertian bukan hafalan akademis.
Menurut pandangan Gestaltis, semua kegiatan belajar (baik pada simpanse maupun pada manusia) menggunakan insight atau pemahaman terhadap hubungan-hubungan, terutama hubungan antara bagian dan keseluruhan (Wasty Sumanto, 1998).
Mempromosikan pemahaman dan otomatisitas: sebuah strategi instruksional
Seperti dengan akuisisi pengetahuan deklaratif, pengetahuan prosedural dikembangkan dalam tiga tahap:
1. Memperkenalkan dan mengulang. Guru berusaha untuk menarik perhatian siswa dan meninjau kerja sebelumnya untuk memeriksa persepsi mereka dan membantu mereka dalam mengakses latar belakang pengetahuan dari memori jangka panjang.
2. Mengembangkan pemahaman. Guru membantu peserta didik memperoleh pengetahuan deklaratif tentang prosedur, menghubungkan pengetahuan ini dengan keahlian yang dipelajari, dan menyandikan pemahaman dalam memori jangka panjang.
3. Sediakan praktek. Siswa praktek, pertama di bawah pengawasan ketat dari guru (yang assosiative panggung) dan akhirnya pada mereka sendiri untuk mengembangkan secara otomatis.
Praktek: asosiatif dan tahap otomatis. Setelah siswa telah mengembangkan pemahaman tentang prosedur, mereka dapat mulai berlatih dengan bantuan guru tahap asosiatif praktek. Awalnya, guru menggunakan pertanyaan untuk menyediakan cukup perancah untuk memastikan sukses, tapi tidak terlalu banyak sehingga murid merasakan tantangan dan prestasi berkurang (gersten et al. 1999; Rosenshine & Meister, 1992).
Guru mengurangi perancah dan pergeseran tanggung jawab kepada siswa. Tujuannya adalah otomatisitas, jadi ruang memori kerja dapat ditujukan untuk aplikasi tingkat tinggi (Sweller et al, 1998).
Pekerjaan rumah. Ketika digunakan dengan tepat, hoework dapat membantu siswa mencapai otomatisitas (kaleng, Lindsya, Nye & Greathouse, 1998; Stein & Carnine 1999)
Penilaian dan pembelajaran: peran penilaian dalam kognitif intruction
Prinsip-prinsip teori belajar kognitif, bersama-sama dengan karakteristik informasi arsitektur kognitif pembelajar toko, proses kognitif dan metacognition memiliki dua implikasi tambahan bagi guru. Mereka adalah a. Penilaian harus menjadi bagian integral dari proses belajar mengajar dan, b. Instruksi harus selaras.
Penilaian dan instruksi
Penilaian guru dengan memberikan wawasan tentang bagaimana siswa memproses informasi. Karena latar belakang pengetahuan, keyakinan, dan harapan Cary, pembelajar persepsi tentang apa yang mereka pelajari juga bervariasi. Penilaian siswa dengan memberikan umpan balik yang memungkinkan mereka untuk memperbaiki dan meningkatkan kemampuan berpikir yang akhirnya meningkatkan jumlah yang mereka belajar.
Menempatkan pengolahan informasi dalam perspektif
Namun hampir semua keterangan tentang belajar kognitif termasuk yang mendukung prinsip bahwa leaners membangun pemahaman, menerima pengolahan informasi arsitektur, termasuk, sebagai contoh, terbatas kapasitas memori kerja memori jangka panjang, proses-proses kognitif yang memindahkan informasi dari satu toko ke toko lain dan mekanisme peraturan metacognition (Hunt & Ellis 1999, eh Mei 1998b; vSternberg, 1999; Sweller et al., 1998).
Psikologi kognitif mengatakan bahwa perilaku manusia tidak ditentukan oleh stimulus yang berada diluar dirinya, melainkan oleh faktor yang ada pada dirinya sendiri. Faktor-faktor internal itu berupa kemampuan atau potensi yang berfungsi untuk mengenal dunia luar, dan dengan pengenalan itu manusia mampu memberikan respon terhadap stimulus. Berdasarkan pada pandangan itu teori psikoloig kognitif memandang beljar sebagai proses pemfungsian unsur-unsur kognisi terutama pikiran, untuk dapat mengenal dan memahami stimulus yang datang dari luar. Dengan kata lain, aktivitas belajar manusia ditentukan pada proses internal dalam berpikir yakni pengolahan informasi.
2. Teori Belajar “Cognitive Field” by Lewin
Bertolak dari penemuan Gestalt Psychology, Kurt Lewin (1892-1947) mengembangkan suatu teori belajar cognitivefield dengan menaruh perhatian kepada kepribadian dan psikologi sosial. Lewin memandang masing-masing individu berada dalam satu medan kekuatan, yang bersifat psikologis. Medan kekuatan dimana individu beraksi disebut life space. Life space mencakup perwujudan lingkungan dimana individu bereaksi misalnya, orang-orang yang kita jumpai, objek materiil yang ia hadapi, serta fungsi-fungsi kejiwaan yang ia miliki. Lewin berpendapat, bahwa tingkah laku merupakan hasil interaksi antara kekuatan-kekuatan, baik yang dari dalam diri, seperti tujuan, kebutuhan, tekanan kejiwaan; maupun dari luar individu seperti, tantangan,dan permasalahan. Menurut Lewin ini adalah hasil dari perubahan dalam struktur kognitif. Perubahan struktur kognitif adalah hasil dari struktur medan kognisi sendiri, yang lainnya dari kebutuhan dan motivasi internal individu. (Wasty Soemanto, 1998)
Cara mengembangan ilmu pengetahuan
Cara mengembangkan ilmu pengetahuan ada tiga tahapan; deklaratif, assosiatif, dan otomatis (J. Anderson, 1995; Gagne et al., 1993)
Pada tahapan deklaratif, pelajar memperoleh ilmu pengetahuan deklaratif tentang prosedur; sebagai contoh, mereka mempelajari dimana tempat jari-jari pada keyboard atau peraturan memecahkan masalah hitung.
Sedangkan pada tahap assosiatif, pelajar dapat melakukan prosedur tetapi tetap harus berfikir tentang apa yang mereka lakukan, dan pikiran mereka mengisi sebagian besar dari kerja memori mereka (J. Anderson, 1990). Sebagai contoh, juru ketik baru yang harus mengubah essai, pusat sebagian besar energi mereka harus dengan benar menggunakan keyboard selama tahapan ini dan umumnya tidak dapat untuk mengubah produk tulisan berkualitas tinggi.
Dengan tambahan latihan, pelajar akhirnya pindah kepada tahapan otomatis, ketika mereka dapat melakukan proses dengan sedikit kesadaran pikiran.
Proses perubahan pertama disebabkan oleh proses faal (psikologis) dari sistem saraf pada indra-indra manusia. Jika suatu stimulus tidak mengalami perubahan, misalnya maka akan terjadi adaptasi dan habituasi, yaitu respon terhadap stimulus itu makin lama makin lemah. (Abdul Rahman Saleh, 2008). Hal ini dapat memengaruhi seorang murid ketika menerima pelajarn yang diberikan.
Cara mengembangkan ilmu pengetahuan : implikasi untuk pengetahuan dan mengajar
Pertama, mencapai tahapan otomatis mengambil banyak sekali waktu dan latihan (Bruning et al., 1999), sehingga para murid harus menyediakan dengan sebanyak kesempatan untuk latihan sebanyak mungkin.
Kedua, jalan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan adalah membantu kita untuk mengerti mengapa konteks itu sangat penting.
Proses kognitif
Sekarang kita fokus kepada proses—perhatian, persepsi, latihan, pengkodean, dan pengulangan.
1. perhatian: permulaan dari proses informasi
stimulus yang lain, bagaimanapun juga, menarik perhatian kita, diman ini adalah proses dari memfokuskan kesadarn kepada stimulus.
Menarik dan memelihara perhatian murid. Karena perhatian adalah dimana pembelajaran dimulai, menarik dan memlihara perhatian murid adalah penting sekali. Guru harus merencanakan pembelajaran mereka sehingga murid menghadiri apa yang sedang dipelajari dan menolak suara-suara yang berasal dari luar dan penyimpangan stimulus lainnya.
2. persepsi: mengartikan berdekatan kepada stimulus
pentingnya ketelitian persepsi dalam pembelajaran adalah susahnya untuk menekankan. Persepsi murid tentang apa yang mereka lihat atau dengar adalah apa yang memori masukkan ketika bekerja dan jika persepsi ini tidak akurat, informasi ini pada akhirnya tersimpan dalam memori jangka panjang akan juga menjadi tidak seksama.
3. latihan: dinding penguat informasi siap diulang
latihan adalah proses dari mengulang informasi berulang kali walupun dengan suara keras atau dalam hati, tanpa mengubah bentuknya. Analoginya adalah untuk melatih lagi bagian dari musik. Ketika orang-orang melakukan itu, mereka memainkan musik berulang kali seperti tertulis; mereka tidak merubah itu ataupun merubah bentuknya.
4. pengkodean yang berarti: membuat hubungan pada memori jangka panjang
pengkodean adalah proses dari menggambarkan informasi pada memori jangka panjang (Bruning et al., 1999)
ketika kita memberikan kode informasi—mencoba untuk menggambarkannya pada memori jangka panjang kita—tujuan kita harusmembuatnya menjadi berarti mungkin. Berarti menggambarkan dari koneksi atau hubungan antara ide dan ide yang lainnya pada memori jangka panjang (gagne et al., 1993).
5. perluasan. Untuk mengerti bagaimana perluasan dapat memfasilitasi pengkodean yang berarti. Bekarja dengan contoh –oleh konstruksi, pencarian atau menganalisis mereka—adalah barangkali kekuatan yang paling besar dari perluasan strategi (Cassady, 1999). Ketika contoh tidak dapat digunakan, gunakanlah perbandingan, hubungan yang sama dalam beberapa hal tetapi tidak semuanya perduli, dapat menjadi strategi perluasan yang efektif (Bulgren et al., 2000).
3. Teori Belajar ”Cognitive Development” by Piaget
Piaget merupakan salah seorang tokoh yang disebut-sebut sebagai pelopor aliran konstruktivisme. Salah satu sumbangan pemikirannya yang banyak digunakan sebagai rujukan untuk memahami perkembangan kognitif individu yaitu teori tentang tahapan perkembangan individu. Menurut Piaget bahwa perkembangan kognitif individu meliputi empat tahap yaitu : (1) sensory motor; (2) pre operational; (3) concrete operational dan (4) formal operational. Pemikiran lain dari Piaget tentang proses rekonstruksi pengetahuan individu yaitu asimilasi dan akomodasi. James Atherton (2005) menyebutkan bahwa asisimilasi adalah “the process by which a person takes material into their mind from the environment, which may mean changing the evidence of their senses to make it fit” dan akomodasi adalah “the difference made to one’s mind or concepts by the process of assimilation”
Piaget memandang bahwa proses berfikir sebagai aktivitas gradual dari fungsi intelektual dari konkret menuju abstrak. Piaget memakai istilah scheme secara interchangeably, Piaget memakai istilah scheme secara interchangeably dengan istilah struktur. Scheme adalah pola tingkah laku yang dapat diulang. Scheme berhubungan dengan :
o Refleks-refleks pembawaan: misalnya bernapas, tidur, makan, minum, dll.
o Scheme mental; misalnya scheme of classification, scheme of operation (pola tingkah laku yang masih sukar diamati seperti sikap) dan scheme of operation (pola tingkah laku yang dapat diamati).
Menurut Piaget, inteligensi itu sendiri terdiri dari tiga aspek, yaitu:
Struktur ; disebut juga scheme seperti yang dikemukakan di atas.
Isi ; disebut juga content yaitu pola tingkah laku spesifik tatkala individu menghadapi sesuatu masalah.
Fungsi ; disebut juga function yang berhubungan dengan cara seseorang mencapai kemajuan intelektual. Fungsi itu sendiri terdiri dari 2 macam fungsi invarian, yaitu organisasi dan adaptasi.
o Organisasi ; berupa kecakapan seseorang atau organisme dalam menyusun proses-proses fisik dan psikis dalam bentuk sistem-sistem yang koheren
o Adaptasi ; yaitu adaptasi individu terhadap lingkungannya. Adaptasi ini terdiri dari dua macam proses komplementer. Yaitu asimilasi dan akomodasi.
Asimilasi ; proses penggunaan struktur atau kemampuan individu untuk menghadapi masalah dalam lingkungannya
Akomodasi ; proses perubahan respon individu terhadap stimuli lingkungan.
Pertumbuhan intelektual terjadi karena adanya proses yang kontinu dari adanya equilibrium-disequilibrium. Bila individu dapat menjaga adanya equilibrium, maka ia akan mencapai tingkat perkembangan yang lebih tinggi lagi. (Wasty Soemanto, 1998).
Prinsip teori Piaget, (a) manusia tumbuh beradaptasi, dan berubah melalui perkembangan fisik, kepribadian, sosioemosional, kognitif, dan bahasa; (b) pengetahuan datang melalui tindakan; (c) perkembangan kognitif sebagian besar tergantung seberapa jauh anak aktif memanipulasi dan berinteraksi dengan lingkungan.
Menurut Piaget perkembangan kognitif pada anak secara garis besar sebagai berikut: (a) priode sensori motor (0-2 tahun); (b) priode praoperasional (2-7 tahun); (c) priode operasional konkrit (7-11 tahun); (d) priode operasi formal (11-15 tahun).
Konsep-konsep dasar proses organisasi dan adaptasi intelektual menurut Piaget, yaitu :
a. skemata, dipandang sebagai sekumpulan konsep;
b. asimilasi, peristiwa mencocokkan informasi baru dengan informasi lama yang sudah dimiliki oleh seseorang;
c. akomodasi, terjadi apabila antara informasi baru dan lama yang semula tidak cocok kemudian dibandingkan dan disesuaikan dengan informasi lama; dan
d. equilibrium (keseimbangan), bila keseimbangan tercapai maka siswa mengenal informasi baru
Selain itu, dalam proses belajar yang menjadi fokus adalah adanya rangsangan dari luar, sedangkan dalam proses kognisi yang utama adalah adanya dorongan atau kehendak dari dalam diri individu sendiri (Abdul Rahman Saleh, 2008)
4. Teori Belajar “Discovery Learning” by Bruner
Dasar ide J. Bruner adalah pendapat dari Piaget yang mengatakan bahwa anak harus berperan secara aktif di dalam kelas belajar itu. Untuk itu Bruner memakai cara apa yang disebutnya discovery learning, yaitu dimana murid mengorganisasi bahan yang dipelajari dengan suatu bentuk akhir.
Seperti yang kita lihat di awal bab ini, aktif belajar adalah prinsip teori pembelajaran kognitif. Sebagai contoh, geometri siswa yang mengukur bentuk-bentuk seperti segitiga dan persegi panjang, menggunakan pengukuran dalam pemecahan masalah, dan mendiskusikan logika di balik strategi mereka memecahkan masalah-masalah yang kompleks secara lebih efektif maka siswa yang diberi penjelasan tentang masalah geometris, terlepas dari bagaimana menghapus penjelasan adalah (Nuthall, 1999b).
“Aktivitas” tidak sesederhana seperti yang muncul di permukaan, namun. Sebagai contoh karena di tangan-kegiatan di bidang ilmu pengetahuan didorong pengajaran, guru sering beranggapan bahwa belajar adalah mengambil tempat jika pelajar bekerja dengan bahan-bahan, seperti magnet dan objek lain. Ini belum tentu demikian. Jika tujuan tidak jelas, atau jika siswa tidak didorong untuk menggambarkan hubungan antara apa yang mereka lakukan dan informasi yang mereka sudah memahami, belajar tidak boleh terjadi. “Hands-on” kegiatan tidak menjamin “pikiran dalam” kegiatan (Mayer, 1999). Hal yang sama berlaku dengan Manipulatif dalam matematika (Ball, 1992), pembelajaran kooperatif, dan strategi lain dimaksudkan untuk meningkatkan partisipasi peserta didik aktif. Karena siswa secara fisik aktif atau berbicara, guru menganggap bahwa belajar berlangsung. Hal ini sering tidak benar.
Selain itu juga, Teori Bruner hampir serupa dengan teori Piaget, Di dalam teorinya Bruner mengemukakan bahwa perkembangan intelektual anak mengikuti 3 tahap representasi yang berurutan, yaitu: (a)enactive representation, segala pengertian anak tergantung kepada responnya; (b) iconic representation, pola berfikir anak tergantung kepada organisasi visual (benda-benda yang konkrit) dan organisasi sensorisnya; dan (c) simbolic reprentation, anak telah memiliki pengertian yang utuh tentang sesuatu hal, pada priode ini anak telah mampu mengutarakan pendapatnya dengan bahasa.
Berbeda dengan Piaget, Bruner memiliki pandangan yang lain tentang peranan bahasa dalam perkembangan intelektual anak. Bruner berpendapat meskipun bahasa dan pikiran berhubungan, tetapi merupakan dua sistem yang berbeda. Bahasa merupakan alat berfikir dalam yang berbentuk pikiran. Dengan kata lain proses berfikir adalah akibat bahasa dalam yang berlangsung dalam benak siswa.
Bruner juga berpendapat bahwa kesiapan adalah penguasaan keterampilan sederhana yang memungkinkan seseorang menguasai keterampilan lebih tinggi. Menurut Bruner kita tidak boleh menunggu datangnya kesiapan, tetapi harus membantu tercapainya kesiapan itu. Tugas orang dewasalah mengajarkan kesiapan itu pada anak. Berhubungan dengan proses belajar Bruner dikenal dengan belajar penemuannya (discovery learning).
5. Implikasi teori belajar kognitif dalam pembelajaran
Implikasi teori-teori belajar kognitif
1) Dua hukum pokok Gestalt, yaitu:
a. Pragnaz (Jerman) atau pregnance (Inggris: menuju kepada kejelasan (Clarity).
b. Closure : mulai dari totalitet (totality)
(Hukum yang lain: kedekatan, persamaan, kontiguitet, gerakan bersama, simetris).
Hal yang penting dari psikologi Gestalt ialah insight – aha (erlebnis) – now – i see. Peletak dasar psikologi Gestalt ialah Max Wertheimer sebagai usaha untuk memperbaiki proses belajar dengan rote learning dengan pengertian bukan menghapal.
Psikologi Gestalt ini kemudian dikembangkan oleh Kurt Lewin dengan ”cognitive – field psychology” – nya. Teori Lewin berdasarkan pada ”life space”, yaitu dunia psikologis daripada kehidupan individu. Ia menjelaskan bahwa tingkah laku belajar merupakan usaha untuk mengadakan reorganisasi atau restruktur. Psikologi Gestalt menyusun belajar itu ke dalam pola-pola tertentu bukan pada bagian-bagian.
2) Implikasi teori Piaget untuk pendidikan
Implikasi teori Piaget dalam Proses Pembelajaran, yaitu :
a. Memusatkan perhatian kepada berfikir atau proses mental anak, tidak sekedar kepada hasilnya tetapi juga prosesnya
b. mengutamakan peran siswa dalam berinisiatif sendiri, keterlibatan aktif dalam pembelajaran, penyajian pengetahuan jadi tidak mendapat tekanan
c. memaklumi adanya perbedaan individual, maka kegiatan pembelajaran diatur dalam bentuk kelompok kecil
d. peran guru sebagai seorang yang mempersiapkan lingkungan yang memungkinkan siswa dapat memperoleh pengalaman yang luas.
Para pendidik memandang bahwa teori Piaget itu dapat dipakai sebagai dasar pertimbangan guru di dalam menyusun struktur dan urutan mata pelajaran di dalam kurikulum. Hunt (1964) mempraktekan di dalam program pendidikan TK yang menekankan pada perkembangan sensori motoris dan preoperasional. Poel (1964) di dalam program pendidikan science dan Adler (1966) di dalam mengajar berhitung.
Deskripsi Piaget mengenai hubungan antara tingkat perkembangan konseptual anak dengan bahan pelajaran yang kompleks menunjukkan bahwa guru harus memperhatikan apa yang harus diajarkan dan bagaimana mengajarkannya.
Strategi belajar yang dikembangkan dari teori Piaget ialah mengadapkan anak dengan sifat pandangan yang tidak logis (Siegel). Anak sulit mengerti sesuatu pandangan yang berbeda dengan pandangannya sendiri (anak itu berkembang dari alam pandangan yang egosentris ke alam sosiosentris).
Menurut Piaget operasi mental tertentu terdapat pada tingkat perkembangan yang berbeda-beda yang membatasi kesanggupan anak untuk mengelola masalah-masalah tertentu terutama pada tahap abstrak. Ini menunjukkan bahwa guru harus dengan tepat menyesuaikan bahan pengajaran yang kompleks dengan tahap perkembangan anak.
Ia menunjukkan perbedaan antara kematangan perbedaan dengan keterampilan intelektual yang dipelajari dengan sungguh-sungguh. Kalau anak itu belum memiliki keterampilan subordinat yang berhubungan dengan tugas itu, dan sebagai prerequisitnya. Anak dapat mempelajari tugas apa saja kalau ia sudah memiliki keterampilan intelektual yang menjadi prerequisit tugas itu.
3) Implikasi teori belajar “Discovery Learning” dari Bruner
• Dengan menekankan pada discovery murid akan belajar mengorganisir problem-problem daripada menghadapi problem-problem itu dengan metode hit dan miss. Motivasi intrinsik lebih baik daripada motivasi ekstrinsik. Pemenuhan diri lebih baik daripada bentuk ganjaran dari orang tua, guru, atau temn-temannya. Ganjaran eksternal akan menghasilkan rote learning dengan sedikit pengertian atau penguasaan daripada lingkingan. Discovery learning mengarah pada self reward. Dengan ini anak akan mencapai kepuasaan Karen telah menemukan pemecahan problem sendiri.
• Dalam process of education disebutkan juga tentang spiral curriculum. Spiral curriculum adalah suatu kurikulum yang disusun mulai dari suatu topic yang sederhana menuju ke topic yang makin kompleks. Anak mempelajari suatu topic yang sederhana, kembali ke topic itu pada tingkatan yang lebih luas. Discovery learning sering diartikan sama dengan inqury training atau problem solving dan ketiganya sering dipaki secara bergantian.
4) Pemikiran tentang Model Belajar Mengajar
Teori Piaget dibicarakan di sini karena secara jelas teori itu ada interaksinya dengan perbedaan individual, tujuan instruksional, prinsip belajar, dan metode mengajar. Menilai tingkat perkembangan kognitif seorang anak memberikan informasi tentang tujuan yang akan dicapai. Ada dua pendekatan tentang readliness, yaitu dari tingkat perkembangan fungsi-fungsi kognitif dan pengetahuan anak daripada matapelajaran.
Metode belajar discovery dan reception memberikan tambahan pengertian tentang cara-cara untuk mencapai tujuan. Dan tidak semua metode mengajar cocok untuk membantu siswa untuk mencapai tujuan. Mengajar yang baik melibatkan kecakapan dalam menentukan metode yang efektif.
Daftar Pustaka :
o Saleh, Abdul Rahman, 2008. Suatu Pengantar dalam Perspektif Islam. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.
o Soemanto, Drs. Wasty, 1998. Psikologi Pendidikan . Jakarta : PT. Rineka Cipta.
o Google
Tidak ada komentar:
Posting Komentar