Laman

Kamis, 12 Mei 2011

Paracetamol dapat memicu kanker!!!!!!

Pada studi awal para peneliti di Amerika, diketahui bahwa bahwa penggunaan aspirin memang bisa menurunkan risiko kematian akibat kanker kolon, tetapi bisa meningkatkan risiko perdarahan perut. Namun belum jelas apakah perdarahan itu karena kanker darah atau hematologi.

"Sebelumnya hanya sedikit bukti yang menguatkan bahwa aspirin menurunkan risiko kanker hematologi (berkaitan dengan darah)," kata Emily White, peneliti di bidang kanker.

Peneliti mengatakan, pada kasus-kasus individual memang terdapat kaitan konsumsi obat penghilang nyeri dengan meningkatnya risiko kanker. Namun studi individual semacam itu tidak dianggap sebagai bukti ilmiah sebelum dilakukan studi pada populasi yang besar dalam jangka panjang.

"Studi yang kami lakukan ini sangat prospektif," kata White, meski ia belum bisa menyimpulkan obat analgesik menyebabkan kanker.

Dalam penelitiannya, White dan tim mengikuti lebih dari 65.000 pria dan wanita berusia lanjut di Negara Bagian Washington, Amerika Serikat. Para responden ditanya tentang kebiasaan mereka mengonsumsi obat pereda nyeri dalam 10 tahun terakhir dan dipastikan mereka tidak menderita kanker, kecuali kanker kulit.

Enam tahun sejak awal studi, 577 orang atau kurang dari satu persen menderita kanker yang melibatkan sel darah, misalnya limfoma.

Lebih dari 9% orang yang menderita kanker itu menggunakan obat pereda nyeri asetaminofen dibandingkan dengan lima persen orang yang juga mengonsumsi, tapi tidak terkena kanker.

Kemudian, setelah mempertimbangkan faktor usia, penyakit artritis, dan riwayat keluarga yang menderita kanker darah, ternyata orang yang mengonsumsi obat pereda nyeri dalam jangka panjang memiliki risiko dua kali lebih besar menderita kanker.

"Orang yang berusia di atas 50 tahun memiliki risiko kanker darah dalam 10 tahun. Namun, jika Anda mengonsumsi asetaminofen paling tidak empat kali dalam seminggu selama minimal empat tahun, risiko terkena kanker tadi akan naik menjadi dua persen," kata White.

Dalam penelitian ini, tidak ditemukan kaitan antara obat pereda nyeri lain seperti ibuprofen dan aspirin.

Dr Raymond DuBois, ahli pencegahan kanker, mengatakan, asetaminofen atau paracetamol bekerja dengan cara berbeda dibandingkan dengan obat analgesik lainnya sehingga memiliki efek berbeda pula pada kanker.

"Namun, tetap mengejutkan bahwa penggunaan asetaminofen meningkatkan risiko kanker darah," katanya.

Sementara itu, produsen yang memproduksi Tylenol, obat pereda nyeri asetaminofen, tidak merespons hasil penelitian ini.

White juga mengatakan masih terlalu dini membuat rekomendasi terkait dengan hasil penelitian ini. Meski begitu, ia mengatakan tidak ada obat pereda nyeri yang bebas dari efek samping.

"Penggunaan jangka panjang obat yang dijual bebas memang menimbulkan dampak berbahaya," ungkap White. [mor]

penulis:

Sabtu, 07 Mei 2011

tips aman vaksinasi HPV....

Kehadirannya dianggap sebagai malaikat penyelamat yang dipercaya mampu menghindarkan kaum perempuan dari sang pembunuh, yakni kanker leher rahin (serviks).

Beberapa negara di dunia bahkan menyebutnya secara istimewa dengan menjadikan vaksinasi HPV sebagai program pemerintah. Sasaran utamanya adalah anak-anak dan remaja usia 9-25 tahun atau yang belum pernah melakukan hubungan seksual. Ini bertujuan agar kelak saat mereka aktif secara seksual, tubuhnya sudah terlindungi.

Namun beberapa penelitian menunjukkan vaksinasi pada perempuan yang telah terinfeksi tipe 16 dan 18 terhitung tidak efektif terlindungi jika pemberiannya tidak melalui prosedur yang berlaku dan aman, misalnya tetap melakukan pap smear atau IVA secara teratur pasca vaksinasi.

Nah, agar benar-benar aman dan efektif, ada baiknya Anda memperhatikan beberapa hal berikut sebelum vaksin.

Tes pap smear atau IVA

Himpunan Onkologi Ginekologi Indonesia menyarankan ada hasil tes pap smear atau IVA sebelum vaksinasi. Bila hasil tes negatif atai tidak ditemukan sel-sel yang abnormal, vaksinasi bisa diberikan. Sementara perempuan yang belum pernah menikah cukup melakukan konseling pada dokter.

Jangan vaksin, bila hamil

Vaksinasi tidak boleh diberikan pada wanita hamil dan belum direkomendasikan pada ibu menyusui. Pada ibu hamil, vaksinasi dapat diberikan setelah persalinan.

Sementara perempuan yang memiliki riwayat alergi atau hipersensitif dengan komponen vaksin, perlu konsultasi lebih lanjut dengan dokter. Seperti vaksin yang lain, vaksin HPV pun sebaliknya dilakukan saat tubuh berada dalam kondisi prima.

Amati reaksi

Konsultan onkologi ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Dr Laila Nuranna PhD menjelaskan efek samping vaksin yang wajar adalah rasa pegal di area yang disuntik.

"Itu bukan efek dari vaksinnya, melainkan lebih disebabkan oleh adjuvant di dalamnya. Agar reaksi vaksin bisa diamati, setelah divaksin, pasien disarankan tidak langsung berdiri, tetapi duduk selama 15 menit terlebih dahulu. Hal ini juga bermanfaat mencegah hal-hal yang tidak diinginkan," jelas Laila.

Patuhi jadwal

Vaksin HPV diberikan sebanyak tiga kali dalam satu seri, yaitu bulan ke 0 (saat pertama kali suntik), bulan pertama dan bulan keenam. Tujuannya agar vaksin mampu mengenali si virus, bila sewaktu-waktu tubuh kita terinfeksi. Daya tahan vaksin bivalen mencapai lima bulan, sementara kuadrivalen sekitar 36 bulan. [mor]


sumber: Dahlia Krisnamurti